Laman

Minggu, 24 Oktober 2010

Tour de Banten -bag. 1

Mesjid Agung Banten
Mesjid ini memiliki nilai sejarah yang tinggi di kawasan Banten. Mesjid ini didirikan oleh Sultan Maulana Yusuf Putera Sultan Maulana Hasanudin atau cucu Sunan Gunung Jati Cirebon pada tahun 1566 M (966 H).
Mesjid ini letaknya Cuma 10 km dari Serang dan dapat dicapai dengan berbagai kendaraan darat, baik kendaraan bermotor maupun kereta api. Obyek wisata ini bisanya dipadati pengunjug pada hari-hari besar keagamaan Islam, seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan Maulud.
Di bagina selatan mesjid ini terletak sebuah bangunan tambahan yang disebut Tiyamah, yang dibangun dengan gaya arsitektur Belanda kuno oleh Hendrik Lucas Cardeel, seorang arsitektur Belanda beragama Islam.
Di halaman depan Masjid berdiri dengan megah sebuah menara yang dibangun antara tahun 1560-1570 (KC Crucq) dengan model konstruksi padat dan tangga naik menyerupai goa, yang dibangun dengan bantuan Cek Ban Cut, seorang arsitek bangsa Mongolia.
Keraton Surosowan
Letaknya berdekatan sekali dengan Masjid Agung Banten, menghadap ke Utara. Bangunan Keraton tersebut saat ini sudah hancur, yang masih nampak hanyalah sisa-sisa berupa pondasi, sisa-sia bangunan kolam pemandian keluarga sultan yang dikenal dengan sebuah Pancuran emas, dan bekas sebuah kolam taman dengan bekas bangunan bale kambangnya.

Musium Situs Kepurbakalaan Banten

Musium ini menyimpan seluruh benda purbakala dan benda-benda budaya Banten Lama. Musium ini berada persis di depan Masjid Agung Banten. Selain dipergunakan untuk menyimpan benda-benda sejarah, musium ini juga sering digunakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan menambah pengetahuan masyarakat.
Meriam Ki Amuk
Meriam yang berhasil direbut dari pemerintahan Belanda ini merupakan yang pertama dimiliki Sultan Banten. Pada bagian atas moncong meriam ini terdapat prasasti dengan hurup Arab, yang bunyinya: “Akibat’l Khairisalamtu’l Imani.” Dan menunjuk pada tahun caka 1450.

Keraton Kaibon
“Kaibon” berasal dari kata Ka-Ibu-an, yang mengandung arti bahwa Keraton ini diperuntukan bagi Ibunda Sultan. Pada saat Sultan Muhammad Rafiudin seharusnya sudah memimpin untuk menggantikan pemerintahan ayahnya yang mangkat yaitu Sultan Muhammad Syafiudin, ketika itu beliau masih berusia 5 bulan, sehingga untuk melanjutkan pemerintahan Banten pada waktu itu, Ibunda Sultan Rafiudin yang bernama Ratu Asiyah menggantikan kedudukan putra mahkota sampai Sultan dewasa. Oleh karena itulah maka
Keraton ini dinamakan Kaibon. Letaknya kurang lebih satu Km sebelum masjid Agung Banten, atau tepatnya berlokasi di kampung Kroya. Bersamaan dengan penghapusan Kesultanan Banten tahun 1813, Keraton Kaibon ini dibongkar oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Daendels.
Batu bata dan bahan-bahan bangunan lainnya yang masih bias dipakai diboyong ke kota Serang untuk dimanfaatkan membangun gedung Kresidenan, Kabupaten dan beberapa gedung lainnya. Sehingga yang ada kini hanyalah puing-puing dari reruntuhan bekas bangunan Keraton Kaibon.
Klenteng Cina/Vihara Budha
Klenteng yang dibangun pada masa awal kerajaan Banten ini berada lebih kurang 50 m disebelah barat benteng Speelwijk. Klenteng yang diperkirakan tertua di Indonesia ini selain digunakan untuk beribadah bagi umat Budha, juga sering dimanfaatkan pengunjung dai berbagai kota besar di Indonesia untuk mencoba membaca peruntungan hidupnya.

Pelabuhan Karangantu

Di Pelabuahan ini, pada bulan Oktober atau Nopember pesta “Raut Laut”. Selain sebagai adat nelayan, pesta laut tersebut sekaligus untuk mengenang kejayaan masa lalu, karena pada abad ke XIV Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang paling ramai sebelum Pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia. Pada jamannya, pelabuhan terbesar di Kabupaten Serang ini banyak disinggahi kapal-kapal Persia, Cina, Arab, Portugis, Inggris dan Belanda yang mengadakan hubungan dagang dengan Kesultanan Banten.

Tasikardi
Tasikardi atau danau buatan (Tasik= Danau, Kardi=buatan) yang terletak tidak jauh dari mesjid Agung Banten dan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf ini, kini banyak dikunjungi wisatawan baik yang ingin berekreasi maupun yang ingin melihat sisa-sisa kejayaan masa lalu. Danau seluas 5 Ha yang seluruh dasar alasnya dilapisi dengan ubin bata ini di tengahnya terdapat sebuah “pulau” berbentuk segi empat, yang pada masa kejayaanya dulu di gunakan sebagai tempat rekreasi keluarga sultan. Pada masa itu, air Tasikardi ini selain di gunakan untuk mengairi pesawahan yang ada di sekitarnya, juga dimanfaatkan untuk keperluan seisi keraton Surosowon melalui pipa-pipa di dua tempat penyaringan yang dikenal dengan sebutan pengindelan Abang (penyaringan Merah) dan Pengindelan Putih (penyaringan Putih)       —to be continued—-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar