Laman

Senin, 25 Oktober 2010

Di Atas Langit Masih Ada Langit


Alkisah, Nabi Musa sedang memberikan pembekalan-pembekalan pada para muridnya. Tiba-tiba salah satu muridnya bertanya, siapakah MANUSIA paling DALAM ILMUNYA. Tentu saja dengan serta merta Nabi Musa menjawab “AKU”.
Jawaban beliau ternyata tidak berkenan di hadirat Alloh SWT. Nabi Musa pun ditegur atas jawaban tersebut karena menandakan kesombongan dan ketidaksadaran kerendahan dirinya dihadapan-Nya.
Oleh Alloh SWT kemudian beliau diperintahkan untuk bertemu dengan orang yang menurut-Nya memiliki kedalaman ilmu yang lebih dibandingkan Nabi Musa, yaitu Nabi Khidr. Maka atas perintah tersebut Nabi Musa berangkat menemuinya.
Setelah bertemu, Nabi Khidr setuju untuk menerima Nabi Musa belajar padanya. Tapi sebagai ujian sebelum secara resmi akan mengajari beliau, Nabi Khidr memberikan syarat selama masa perjalanan ujian tersebut Nabi Musa dilarang bertanya sampai tiga kali atas apa yang kemungkinan akan dilakukan oleh Nabi Khidr.
Nabi Musa pun setuju atas syarat dan kondisi tersebut. Maka mulailah perjalanan mereka untuk menguji layak atau tidakkah Nabi Khidr mengangkat Nabi Musa sebagai murid.

Seperti kita ketahui, ternyata Nabi Musa gagal menjadi murid Nabi Khidr karena tidak dapat menjalani syarat tersebut.
Banyak hikmah yang dapat kita renungkan dari kisah yang fenomenal ini. Fenomenal karena hanya ini satu-satunya kisah seorang nabi masih harus disuruh belajar lagi kepada nabi yang lain oleh Alloh SWT.
Banyak hikmah yang bisa kita renungkan dari kisah ini, diantaranya adalah:
1. Kesabaran
Pada saat Nabi Khidr memberikan syarat kepada Nabi Musa untuk tidak bertanya lebih dari tiga kali atas apa yang beliau lakukan hingga nanti diberi penjelasan adalah pelajaran penting tentang nilai kesabaran dalam belajar.
Proses belajar yang baik berawal dari kesadaran bahwa sang murid menyadari ada sesuatu yang tidak dia ketahui dan harus dipelajari. Berangkat dari kesadaran tersebut sang murid harus mulai melakukan pengkajian terhadap apa yang ingin dia pelajari.
Kegiatan ini dapat diibaratkan seperti menyiramkan air pada tanaman yang sedang kita tanam dan tumbuh-kembangkan. Jika tergesa-gesa dan terlalu banyak menyiram, air akan menggenang hingga akan membusukkan akarnya. Tentunya hal tersebut akan menyebabkan tanaman tersebut menjadi mati.
2. Kerendahatian
Alloh SWT pada saat memerintahkan Nabi Musa untuk belajar lebih mendalam memiliki tujuan untuk mengajarkan sikap rendah hati (tawadhu) kepada beliau.
Sikap rendah hati akan memberikan dampak kesadaran pada kita untuk terus-menerus mengembangkan ilmu, wawasan dan kearifan kita. Kita akan terus-menerus belajar dan mengembangkan etos pembelajar yang efektif.
Etos pembelajar yang efektif ini akan memberikan dukungan pada diri kita untuk mempelajari apa yang harus dipelajari. Memaknai apa yang dipahami dan memperdalam kebijaksanaan diri secara arif atas apa yang ada di sekitar kita.
3. Kepercayaan dan Ketaatan
Pada saat Nabi Khidr memberikan syarat untuk tidak bertanya lebih dari tiga kali kepada Nabi Musa, beliau berusaha menanamkan rasa percaya dan ketaatan kepadanya sebagai sang guru.
Disini dapat dilihat bahwa untuk mencapai proses belajar dan mengajar yang seimbang, sang guru dan sang murid harus mengembangkan rasa percaya dan taat yang seimbang.
Hal ini dapat memberikan hikmah kepada kita bahwa pada saat mengajarkan sesuatu maka harus dapat dipercaya kualitas keilmuannya. Kita sering tidak menyadari betapa besar dampak yang bisa kita timbulkan dari apa yang diajarkan kepada orang lain, baik itu positif maupun negatif.
Sang murid yang sedang belajar pun harus memiliki kepercayaan kepada apa yang disampaikan oleh sang guru. Kepercayaan itu tentunya harus dibarengi dengan ketaatan atas aturan-aturan yang ditetapkannya.
Tentunya sang guru dengan kedalaman ilmu, wawasan dan kearifannya memiliki pandangan-pandangan yang belum terlihat oleh keterbatasan pemahaman yang kita miliki sehingga menetapkan aturan-aturan yang secara mendasar sebenarnya memberikan tuntunan kepada sang murid.
4. Kearifan
Pada saat Alloh SWT memerintahkan Nabi Musa untuk berguru kepada Nabi Khidr, Dia memberikan beberapa petunjuk tentang tempat dan waktu untuk bertemu serta ciri-ciri calon gurunya tersebut.
Disini kita dapat mengambil hikmah bahwa dalam memilih guru dan mempelajari sesuatu harus dilakukan dengan kearifan. Kearifan ini akan menolong kita dari kemungkinan salah memilih guru atau mempelajari sesuatu yang sia-sia.
Karena itu dalam proses memilih sang guru dan ilmu yang ingin dipelajari harus melakukan telaahan yang mendalam atas kualitas dan nama baiknya.
5. Kejujuran dan Tanggung Jawab
Nabi Musa secara jujur mengakui kedangkalan ilmunya dibandingkan dengan Nabi Khidr pada saat diberi penjelasan atas tiga hal kontroversial (menurut Nabi Musa) yang dilakukan oleh calon gurunya itu.
Di sisi lain beliau pun bertanggung jawab atas akibat dari dilanggarnya syarat untuk menjadi murid Nabi Khidr yang berakibat ditolaknya beliau menjadi murid.
Dari sisi ini kita dapat mengambil pelajaran atas kejujuran dan tanggung jawab dalam proses belajar.
Secara jujur kita mengakui telah melakukan kesalahan hingga kemudian melakukan penerimaan serta perbaikan atasnya.
“Sesungguhnya setiap manusia adalah dalam keadaan yang merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh dan saling mengingatkan dalam kebenaran serta kesabaran”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar